Dongeng fabel Patih Buaya Yang Korupsi
Wednesday, June 20, 2018
"Patih Buaya Yang Korupsi". Di sebuah sungai, tinggallah sekelompok buaya yang dipimpin oleh seorang raja yang arif bijaksana. Raja buaya selalu memikirkan kehidupan rakyatnya, sehingga raja sangat disayangi dan dicintai rakyatnya. Rakyat buaya pun hidup makmur dan tenteram.
Pada musim penghujan, keadaan buaya sedang menderita karena banjir melanda sungai. Rakyat buaya kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Melihat rakyat buaya menderita, raja merasa harus bertanggung jawab atas rakyatnya. Semakin hari raja semakin prihatin melihat pemderitaan yang dialami rakyatnya. Akhirnya raja memutuskan untuk membagikan makanan yang disimpannya untuk berjaga-jaga sewaktu musim hujan tiba. Dengan segera raja mengutus kedua patihnya untuk membagikan makanan itu pada rakyatnya secara adil. Kedua patih kepercayaan raja buaya dengan senang hati menerima titah rajanya.
Kedua patih itu segera membagi-bagikan makanan seperti apa yang diperintahkan raja. Namun pada waktu itu patih Karta melihat patih Narta mengurangi setengah dari makanan yang akan dibagikan pada rakyat.
“Hai, Patih Narta. Kenapa kau memakan sebagian makanan yang seharusnya diberikan pada rakyat?” Namun rupanya patih Narta tidak mempedulikan larangan patih Karta. Ia bahkan mengatakan kalau patih Karta iri melihat keberhasilannya mendapat sebagian dari makanan rakyat.
“Apa hakmu melarangku berbuat sesuatu yang aku sukai?”
“Tapi ini makanan milik rakyat! Lihatlah di luar sana rakyat buaya sangat menderita. Mereka sedang kelaparan! Kalau kau terus begini, kau akan kulaporkan kepada raja, agar kau dihukum dengan setimpal!”
Namun belum sempat Patih Karta melapor ke raja, Patih Narta menyerangnya dari belakang. Di antara mereka terjadi perkelahian hebat. Keduanya sama-sama kuat. Namun di mana pun kejahatan pasti kalah oleh kebenaran. Begitu juga dengan patih Narta. Ia pun mati. Kematiannya bukan karena serangan patih Karta, melainkan kepalanya membentur batu besar di tepi sungai karena terlalu bernafsu menyerang Patih Karta.
Hari itu juga Patih Karta melaporkan kejadian itu pada raja buaya. Ia juga menceritakan tingkah laku Patih Narta. Mendengar itu raja buaya sangat bangga pada Patih Karta yang sangat setia padanya. Sejak itu kehidupan rakyat buaya semakin aman dan tenteram karena dipimpin raja yang arif dengan seorang patih yang sangat setia.
Pada musim penghujan, keadaan buaya sedang menderita karena banjir melanda sungai. Rakyat buaya kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Melihat rakyat buaya menderita, raja merasa harus bertanggung jawab atas rakyatnya. Semakin hari raja semakin prihatin melihat pemderitaan yang dialami rakyatnya. Akhirnya raja memutuskan untuk membagikan makanan yang disimpannya untuk berjaga-jaga sewaktu musim hujan tiba. Dengan segera raja mengutus kedua patihnya untuk membagikan makanan itu pada rakyatnya secara adil. Kedua patih kepercayaan raja buaya dengan senang hati menerima titah rajanya.
Kedua patih itu segera membagi-bagikan makanan seperti apa yang diperintahkan raja. Namun pada waktu itu patih Karta melihat patih Narta mengurangi setengah dari makanan yang akan dibagikan pada rakyat.
“Hai, Patih Narta. Kenapa kau memakan sebagian makanan yang seharusnya diberikan pada rakyat?” Namun rupanya patih Narta tidak mempedulikan larangan patih Karta. Ia bahkan mengatakan kalau patih Karta iri melihat keberhasilannya mendapat sebagian dari makanan rakyat.
Dengan sabar patih Karta menasehati patih Narta. Namun patih Narta justru mengejek nasehat patih Karta sehingga terjadilah adu mulut antara keduanya.Baca Juga : Dongeng Semut dan Lebah
“Apa hakmu melarangku berbuat sesuatu yang aku sukai?”
“Tapi ini makanan milik rakyat! Lihatlah di luar sana rakyat buaya sangat menderita. Mereka sedang kelaparan! Kalau kau terus begini, kau akan kulaporkan kepada raja, agar kau dihukum dengan setimpal!”
Namun belum sempat Patih Karta melapor ke raja, Patih Narta menyerangnya dari belakang. Di antara mereka terjadi perkelahian hebat. Keduanya sama-sama kuat. Namun di mana pun kejahatan pasti kalah oleh kebenaran. Begitu juga dengan patih Narta. Ia pun mati. Kematiannya bukan karena serangan patih Karta, melainkan kepalanya membentur batu besar di tepi sungai karena terlalu bernafsu menyerang Patih Karta.
Hari itu juga Patih Karta melaporkan kejadian itu pada raja buaya. Ia juga menceritakan tingkah laku Patih Narta. Mendengar itu raja buaya sangat bangga pada Patih Karta yang sangat setia padanya. Sejak itu kehidupan rakyat buaya semakin aman dan tenteram karena dipimpin raja yang arif dengan seorang patih yang sangat setia.