Sejarah Agresi Militer Belanda 2 Lengkap
Tuesday, August 28, 2018
Sejarah Agresi Militer Belanda 2
Sejarah Agresi Militer Belanda 2 merupakan kelanjutan dari Agresi Militer Belanda 1 yang sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya, bagi yang belum membacanya silahkan baca terlebih dahulu dengan klik tulisan yang berwarna mencolok tersebut. Nama lain dari Agresi Militer kedua ini adalah Operasi Gagak, serangan yang dilakukan Belanda terhadap Republik Indonesia ini terjadi pada tanggal 19 Desember 1948.
Sebab atau latar belakang dari Agresi Militer Belanda 2 adalah karena Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati antara kedua belah pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh Belanda benar-benar membuat Indonesia kewalahan menghadapinya, pihak militer Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan beberapa tokoh lain.
Sebab atau latar belakang dari Agresi Militer Belanda 2 adalah karena Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan mengingkari janji yang sudah disepakati antara kedua belah pihak pada Perjanjian Renville. Agresi kedua yang dilakukan oleh Belanda benar-benar membuat Indonesia kewalahan menghadapinya, pihak militer Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh penting Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan beberapa tokoh lain.
Baca Juga : Sejarah Agresi Militer Belanda 1 Lengkap
Kronologi Agresi Militer Belanda 2
Sebelum Belanda melakukan serangan, ternyata pasukan militer mereka telah dipersiapkan / latihan untuk menghancurkan dan memusnahkan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) selama dalam kurun waktu berbulan-bulan. Persiapan tersebut dilakukan oleh Jenderal Spoor, kemudian pada tanggal 18 Desember 1948 dini hari melakukan persiapan untuk menyerang pihak Indonesia setelah mendengar pidato lewat radio dari Jakarta oleh Dr. Beel.
Sebelum Belanda melakukan serangan, ternyata pasukan militer mereka telah dipersiapkan / latihan untuk menghancurkan dan memusnahkan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) selama dalam kurun waktu berbulan-bulan. Persiapan tersebut dilakukan oleh Jenderal Spoor, kemudian pada tanggal 18 Desember 1948 dini hari melakukan persiapan untuk menyerang pihak Indonesia setelah mendengar pidato lewat radio dari Jakarta oleh Dr. Beel.
Para pasukan penerjun telah melakukan persiapannya pada jam 2 dinihari dengan parasutnya, target utama pasukan ini yaitu Maguwo, Yogyakarta. Para pasukan penerjun ini berhasil mendarat di Bandar Udara Maguwo pada jam 6.45 pagi dengan menaiki pesawat sebelum menggunakan parasutnya. Setelah pasukan Belanda telah mendarat di Bandara Maguwo, pihak Belanda melalui radio menyatakan bahwa pemerintahannya sudah tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville.
Dari pernyataan tersebut, kemudian Belanda memulai serangannya terhadap Republik Indonesia. Serangan ini terkenal dengan nama "Agresi Militer Belanda 2", serangan dilakukan terhadap wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera. Target serangan juga tertuju kepada kota Yogyakarta yang saat itu merupakan Ibu Kota Indonesia, dimana para tokoh-tokoh penting ada di dalam kota tersebut. Pihak Belanda menganggap serangan yang dilakukan terhadap Indonesia merupakan "Aksi Polisionil", mereka menganggap seolah-olah Belanda masih menguasai Indonesia, padahal Republik Indonesia telah merdeka setelah tanggal 17 Agustus 1945.
Bandara Maguwo di hancurkan oleh pesawat-pesawat tempur Belanda dengan dijatuhi beberapa bom, sementara itu dengan 150 anggota TNI yang berada di bandara tersebut berusaha melakukan perlawanan dengan peralatan seadanya dan dalam kondisi rusak. Pertempuran di bandara ini pun berlangsung hanya dalam waktu 25 menit, pasukan Belanda berhasil menguasai Bandar Udara Maguwo. nSetelah seluruh pasukan Belanda berkumpul di Bandar Udara Maguwo, mereka kemudian melanjutkan serangan ke Yogyakarta. Pasukan Belanda saat itu berjumlah 2600, mereka memulai serangan ke Yogyakarta juga dengan pengeboman. Di daerah lain, ternyata serangan sudah lebih dahulu dilakukan, yakni pada tanggal 18 Desember malam.
Dari pernyataan tersebut, kemudian Belanda memulai serangannya terhadap Republik Indonesia. Serangan ini terkenal dengan nama "Agresi Militer Belanda 2", serangan dilakukan terhadap wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera. Target serangan juga tertuju kepada kota Yogyakarta yang saat itu merupakan Ibu Kota Indonesia, dimana para tokoh-tokoh penting ada di dalam kota tersebut. Pihak Belanda menganggap serangan yang dilakukan terhadap Indonesia merupakan "Aksi Polisionil", mereka menganggap seolah-olah Belanda masih menguasai Indonesia, padahal Republik Indonesia telah merdeka setelah tanggal 17 Agustus 1945.
Bandara Maguwo di hancurkan oleh pesawat-pesawat tempur Belanda dengan dijatuhi beberapa bom, sementara itu dengan 150 anggota TNI yang berada di bandara tersebut berusaha melakukan perlawanan dengan peralatan seadanya dan dalam kondisi rusak. Pertempuran di bandara ini pun berlangsung hanya dalam waktu 25 menit, pasukan Belanda berhasil menguasai Bandar Udara Maguwo. nSetelah seluruh pasukan Belanda berkumpul di Bandar Udara Maguwo, mereka kemudian melanjutkan serangan ke Yogyakarta. Pasukan Belanda saat itu berjumlah 2600, mereka memulai serangan ke Yogyakarta juga dengan pengeboman. Di daerah lain, ternyata serangan sudah lebih dahulu dilakukan, yakni pada tanggal 18 Desember malam.
Baca Juga : Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah
Peran Jenderal Sudirman Dalam Agresi Militer Belanda 2
Serangan yang dilakukan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 kemudian terdengar oleh Panglima Jenderal Sudirman, ia kemudian pada pagi itu juga sekitar jam 8 mengeluarkan perintah kilat melalui radio, hal ini dilakukan karena pada saat itu beliau sedang dalam kondisi tidak sehat sepenuhnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan Jenderal Sudirman kemudian melaporkan kejadian serangan tersebut kepada presiden Soekarno.
Dalam pelaporan tersebut, beliau masih harus didampingi oleh dokter pribadinya bernama dr. Suwondo. Tapi ternyata presiden sedang dalam ruang sidang kabinet, Sudirman enggan untuk masuk karena ia tidak merasa di undang. Akhirnya ia menunggu diluar tempat sidang sampai sidang selesai pada siang harinya. Sudirman juga didampingi oleh beberapa komandan perang, setelah sidang selesai dan Sudirman menemui Soekarno, keputusan yang didapat adalah Pemerintah Indonesia tetap berada di dalam Ibukota.
Presiden kemudian membujuk Sudirman agar tetap tinggal didalam kota, karena kondisinya masih dalam keadaan sakit, tetapi usaha yang dilakukan Soekarno ditolak oleh Sudirman. Jenderal Sudirman akhirnya meninggalkan kota Yogyakarta untuk melakukan perang gerilya di beberapa daerah di Jawa Tengah.
Serangan yang dilakukan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 kemudian terdengar oleh Panglima Jenderal Sudirman, ia kemudian pada pagi itu juga sekitar jam 8 mengeluarkan perintah kilat melalui radio, hal ini dilakukan karena pada saat itu beliau sedang dalam kondisi tidak sehat sepenuhnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan Jenderal Sudirman kemudian melaporkan kejadian serangan tersebut kepada presiden Soekarno.
Dalam pelaporan tersebut, beliau masih harus didampingi oleh dokter pribadinya bernama dr. Suwondo. Tapi ternyata presiden sedang dalam ruang sidang kabinet, Sudirman enggan untuk masuk karena ia tidak merasa di undang. Akhirnya ia menunggu diluar tempat sidang sampai sidang selesai pada siang harinya. Sudirman juga didampingi oleh beberapa komandan perang, setelah sidang selesai dan Sudirman menemui Soekarno, keputusan yang didapat adalah Pemerintah Indonesia tetap berada di dalam Ibukota.
Presiden kemudian membujuk Sudirman agar tetap tinggal didalam kota, karena kondisinya masih dalam keadaan sakit, tetapi usaha yang dilakukan Soekarno ditolak oleh Sudirman. Jenderal Sudirman akhirnya meninggalkan kota Yogyakarta untuk melakukan perang gerilya di beberapa daerah di Jawa Tengah.
Pemerintah Darurat Republik Indonesia
Keputusan yang dilakukan Jendral Sudirman ternyata benar-benar keputusan yang tepat, karena para pemimpin yang ada di dalam kota Yogyakarta berhasil di tangkap. Mereka kemudian diasingkan keluar pulau jawa pada tanggal 22 Desember 1948. Ternyata sebelum pengasingan tersebut presiden Soekarno telah melakukan rencana persiapan pembentukan pemerintahan sipil di Sumatera, tugas tersebut dilakukan oleh Dewan Siasat.
Baca Juga : Sejarah Perang Salib
Presiden Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta telah membuat dan mengirim surat kuasa yang ditujukan kepada Menteri Kemakmuran yakni Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera, tepatnya Bukit Tinggi. Surat tersebut bersisi mengenai pembentukan kabinet dan pembentukan pemerintah sementara menggantikan pemerintah pusat. Syarifuddin akhirnya berhasil menjalankan tugasnya, ia berhasil membentuk pemerintahan sementara RI di Bukittinggi.
Kembali lagi ke medan pertempuran, Jenderal Sudirman yang memilih untuk memimpin gerilya di luar Yogyakarta kemudian berhasil menempuh perjalanan lebih dari 1000 km. Ia memimpin perang gerilya selama 8 bulan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur dalam keadaan sedang sakita, ia pun kadang-kadang ditandu apabila sudah tidak kuat berjalan. Kemudian pada tanggal 10 Juli 1949 Jenderal Sudirman kembali ke Kota Yogyakarta.
Kembali lagi ke medan pertempuran, Jenderal Sudirman yang memilih untuk memimpin gerilya di luar Yogyakarta kemudian berhasil menempuh perjalanan lebih dari 1000 km. Ia memimpin perang gerilya selama 8 bulan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur dalam keadaan sedang sakita, ia pun kadang-kadang ditandu apabila sudah tidak kuat berjalan. Kemudian pada tanggal 10 Juli 1949 Jenderal Sudirman kembali ke Kota Yogyakarta.
Akhir Agresi Militer Belanda 2
Penguasaan kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Belanda akhirnya dapat tergoyahkan dengan serangan yang terkenal dengan nama "Serangan Umum 1 Maret 1949 Yogyakarta". Serangan yang dilakukan pasukan pimpinan kolonel Soeharto ini berhasil menduduki kota Yogyakarta walau hanya 6 jam saja. Dukungan kepada pasukan TNI pun diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ia juga melakukan penolakan segala kerjasama dengan pemerintah Belanda.
Dengan serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda dan secara terang-terangan melanggar Perjanjian Renville, kemudian tindakan tersebut mendapat perhatian dari PBB. Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian mengeluarkan resolusi agar kedua belah pihak yakni pemerintah Belanda dan Republik Indonesia menghentikan segala permusuhan dan pertikaiannya. Resolusi tersebut dikeluarkan oleh PBB pada tanggal 24 Januari 1949. Pihak Belanda terpaksa melanjutkan permasalahan ke meja perundingan, hal ini karena adanya tekanan dari Amerika Serikat. Apabila Belanda tidak mau mengadakan perundingan maka tidak akan pernah mendapat bantuan ekonomi dari AS. Setelah Belanda mau diajak kembali ke meja perundingan, maka Agresi Militer Belanda 2 telah berakhir.
Agresi Militer Belanda 2 menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap Indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah banyaknya korban nyawa yang berjatuhan dalam peperangan yang telah berlangsung, kemudian peperangan tersebut membuat ekonomi Indonesia cenderung menurun karena fokus dalam peperangan. Dampak positifnya adalah menunjukan kepada dunia bahwa kekuatan TNI / Militer Indonesia masih ada dan menunjukan eksistensinya untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah berlangsung.